Keikhlasan Hati Pedagang Somay

Ini ceritaku ketika aku berada di daerah orang. Tepatnya di Jl. Soekarno Hatta, Pasirluyu No. 2 Bandung, tempat di mana aku melaksanakan prakerin kurang lebih 4 bulan. Begitu banyak pelajaran yang aku dapatkan di sana, salah satunya cerita tentang seorang kakek tua yang mendagangkan somay. Pada suatu hari, jam menunjukkan pukul 05.00, waktu yang menunjukkan aku harus pulang dari kantor. Dan akupun segera beranjak dan membereskan tempak kerjaku. Saat aku berjalan menuju kostan, aku melihat seorang kakek tua yang berjualan somay tepat di depan gedung pusat PT. Grafindo Media Pratama. Padahal, saat itu keadaan sedang gerimis, dan kakek tua itu dengan tegar menjaga gerobaknya yang ditutup oleh plastik agar dagangannya tak terkena air hujan. Dari kejauhan, aku merasakan kasihan kepada kakek tua itu, dia rela menerjang gerimis hanya untuk berjualan dan menghidupi keluarganya. Dan untuk membuat kakek itu sedikit bahagia, aku mampir dan membeli sedikit dagangan yang ia dagangkan. Saat aku menghampiri gerobaknya, dengan ramahnya dia bertanya “Mau beli apa neng?”. Saat itu aku lupa mau membeli berapa, tapi aku lupa kalau uangku masih lima puluh ribuan. Dan mungkin bapak itu belum banyak menghasilkan uang, jadi taka ada recehan untuk memberikan kembalian. Dalam hatiku sedikit merasa tak enak, karena harus menyusahkannya lagi. Dan saat kakek itu kembali, kakek itu memberi kembalian yang lebih. Padahal aku membeli somay seharga 8000 tapi kakek itu hanya memberi harga 5000, entah karena kasiah karena aku anak prakerin atau apa, aku juga tak mengerti. Dan saat kakek itu berkata “Ini neng kembaliannya, harganya 5000 aja”, dengan spontan aku menjawab “Udah pak gak usah, kan aku membeli 8000, jadi buat bapak aja”. Dan kakek itupun menjawab “Terimakasih neng” dan aku menjawab “Iya pak sama-sama”, lalu aku melanjutkan perjalanan untuk kembali ke kostan. Dalam perjalanan aku berfikir, ya Allah bagitu beruntungnya diriku, yang hanya bisa merengek untuk mendapatkan uang dari ibu, dan lihat kakek itu, dia harus berkeliling ke rumah-rumah, ke kampung-kampung, ke berbagai jalan hanya untuk menghabiskan dagangan yang ia jual, hanya untuk menhidupi istrinya, anaknya, atau bahkan cucunya. Dan akupun lebih banyak bersyukur, karena untuk bisa makan, tak perlu menerjang hujan, melewati panasnya matahari, dan dinginnya angina yang berhembus kencang di musim penghujan. Dengan keadaan yang cukup tua, dia masih mampu untuk berjalan dan mendorong gerobak yang ia bawa. Begitu hebatnya kakek itu, begitu tangguh hati dan jiwanya. Dan dalam hatiku, aku mengucapkan sebuah berdoa, ya Allah semoga dagangan kakek itu habis terjual, kuatkanlah kakinya, agar dia mampu menempuh perjalanan dengan mendorong sebuah gerobak. Semoga uang yang ia dapatkan mendapat keberkahan karena kebaikan dan keikhlasan hatinya untuk berjualan. Ya semoga saja. Dan tak terasa lagi aku telah sampai di depan kostan, begitu banyak pelajaran yang aku dapat di hari itu. SubhanAllah, memang semua keni’matan dan penderitaan itu datang hanya dari Allah, dan sejak kejadian itu terjadi aku lebih banyak bersyukur kepada Allah, apalagi ketika mengingat kebaikan kakek itu. Memang, kita harus lebih banyak bersyukur karena masih banyak orang di luar sana yang lebih susah dari keadaan kita sekarang. Dan sesedih-sedihnya keadaan kita, seburuk-buruknya masalah yang kita hadapi, ternyata masih banyak ken’matan yang Allah berikan untuk kita yang tak pernah kita sadari. Itulah renunganku di sore itu, semoga bisa menjadi penyegar dan pengingat agar kita lebih sering mensyukuri apa yang Allah berikan untuk kita, menskipun dalam keadaan yang tak kita inginkan, tapi pasti slalu ada hikmah yang tersembunyi di balik semua itu.

Comments

Popular posts from this blog

Tutorial Lengkap Cara Menanam Selada Hidroponik Sistem Sumbu Sederhana

Goresan Krayon di Atas Putih Abuku (Part I)